I. Pendahuluan
Madinah merupakan kota yang dituju Rasulullah SAW untuk berhijrah
pada saat Mekkah bertambah sulit untuk dijadikan tempat berdakwah. Kondisi
nyata saat Rasulullah SAW hijrah ke Madinah yaitu di sana setiap saat dihiasi
dengan perang antar suku terutama suku Auz dan Khazraj yang memperebutkan
kekuasaan. Hal ini karena kota Madinah sendiri belum mempunyai pemimpin yang
berdaulat secara penuh. Rasulullah SAW kemudian memikirkan cara yang paling
efektif untuk membangun kota Madinah ini.[1]
Banyak langkah yang sudah dilakukan Rasulullah SAW untuk mengubah
keadaan Madinah hingga beliau wafat di sana. Rasulullah SAW meninggalkan
umatnya dengan sistem pemerintahan Madinah yang sudah terbentuk dan berjalan
dengan baik. Berbicara tentang pemerintahan ini tidak akan pernah lepas
kaitannya dengan perekonomian. Beliau telah mewariskan sistem ekonomi yang
berakar kuat dari prinsip-prinsip Qur’ani dengan melakukan kebijakan-kebijakan
untuk mengembangkan ekonomi di kota Madinah.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, pemerintahan diteruskan oleh
Khulafaur Rasyidin yaitu khalifah-khalifah yang diberi petunjuk dan dipilih
sebagai kepala Negara dan pemerintahan sekaligus sebagai pemimpin umat Islam.
Sahabat Rasulullah SAW yang menjadi Khulafaur Rasyidin ada empat orang, yaitu
Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib. Masa
Khulafaur Rasyidin yang lamanya tidak lebih dari tiga puluh tahun, dimulai
sejak tahun 11-41 H/632-661 M. Keempat khalifah ini meneruskan perjuangan Rasulullah SAW dengan
cara dan gaya yang berbeda-beda. Mengenai kebijakan di bidang ekonominya pun,
keempat khalifah ini memiliki langkah yang berbeda pula. Pada masa Khulafaur
Rasyidin ini, sistem ekonomi yang telah terbentuk berkembang lebih jauh dan
menemukan bentuk yang ideal.[2]
Tidak sekedar teori, namun sudah berimplikasi besar terhadap pengembangan
Islam.
Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas mengenai bagaimana para
Khulafaur Rasyidin menerapkan sistem ekonomin dalam masa pemerintahan
masing-masing yaitu sistem ekonomi masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab,
Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Tujuannya supaya para pembaca dapat
mengidentifikasi apa saja hal yang menjadikan sistem ekonomi pada masa ini dapat
berkembang begitu pesat. Selain itu, dapat pula menjadi salah satu acuan untuk
mengembangkan sistem ekonomi pada masa sekarang.
II.
Pembahasan
A.
Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
1)
Biografi
‘Abdillah Bin ‘Utsman Abi Quhafah adalah nama sahabat nabi yang
lebih masyhur dengan sebutan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Gelar Ash-Shiddiq ini
didapatnya dari Rasul karena sifat kejujurannya dalam mengatakan hal yang
benar. Abu Bakar bin Abu Quhafah adalah keturunan seorang bangsawan yang di
masa mudanya sangat masyhur karena kebaikan budinya. Sahabat yang sangat baik
hati sekaligus sebagai bapak mertua Rasulullah, sangat besar jiwa
kemanusiannya. Sahabat yang tidak akan
rela melihat orang lain menderita, dan rakyat yang tertindas. Karena saking
baiknya, dan ketidakrelaan melihat orang tertindas, terutama orang muslim. Abu
Bakar sering kali memerdekaan budak, salah satunya Bilal bin Rabah, yang
akhirnya menjadi muadzin Islam yang mengumandangkan adzan setiap waktu shalat
tiba. Sebagai sahabat pertama nabi yang masuk Islam sangat besar pengorbanannya
terhadap Islam, mengabdikan seluruh jiwa
raganya untuk agama.
Setelah Rasulullah wafat sahabat Abu Bakar diangkat menjadi
khalifah, tepatnya pada bulan Rabi’ul Awal tahun ke-11 Hijriyah. Diangkatnya Abu
Bakar menjadi khalifah adalah hasil musyawarah para sahabat. Pada masa
ke-khalifahannya Abu Bakar sangat bertanggung jawab dalam memegang amanah
negara dan sangat bijaksana dalam memutuskan segala sesuatu. Dan juga mempunyai
kelihaian dalam mengembangkan ajaran Islam. Pada saat Rasulullah wafat,
perkembangan Islam masih terbatas pada Jazirah Arab saja. Namun, setelah Abu
Bakar memegang kekuasan melanjutkan perjuangan beliau, daerah pengembangan
Islam menjadi sangat luas sekali.
Pada tanggal 7 Jumadil Akhir, Abu Bakar jatuh sakit selama 2
minggu. Meskipun kondisinya sedang sakit, beliau masih tetap memikirkan masa
depan negara dan selalu khawatir akan terjadi kericuhan apabila dirinya di
panggil oleh sang Maha Kuasa. Namun takdir Allah SWT berkata lain. Meskipun
upaya-upaya untuk menyembuhkan dirinya sudah dilakukan, tetap tidak bisa
merubah kehendak Allah SWT. Tepatnya pada tanggal 22 Jumadil Akhir tahun ke-13
Hijriyah beliau dipanggil oleh Allah SWT pada usia 63 tahun setelah selama 2
tahun memegang amanah negara dengan penuh tanggung jawab dan bijaksana.
2)
Praktek Ekonomi pada Masa Pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Setelah
Rasulullah wafat, Abu Bakar yang terpilih menjadi khalifah pertama Islam
sekaligus sebagai penerus perjuangan Rasulullah dalam menyiarkan ajaran Islam.
Ia merupakan kepala negara dan juga pemimpin kaum muslimin. Pada masa
pemerintahannya yang berlangsung selama 2 tahun. Abu Bakar banyak menghadapi
persoalan dalam negeri seperti kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang
zakat. Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu Bakar melakukan
ekspansi ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia yang
selalu mengancam kedudukan Islam.
Abu Bakar
adalah seorang saudagar yang kaya raya pada masanya. Beliau memiliki argumen
yang berkaitan dengan harga. Disebutkan bahwa “jumlah barang menentukan harga
barang, dikala persedian barang maka harga akan cenderung turun, begitu juga
sebaliknya”.[3]
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat Islam, Abu Bakar melakukan
berbagai kebijakan seperti yang dilakukan Rasulullah. Abu Bakar Ash-Shiddiq
melakukan kebijakan pembagian tanah taklukan, sebagian untuk umat muslim dan sebagian
lagi tetap menjadi tanggungan negara. Di samping itu, beliau mengambil alih
tanah dari orang murtad kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam secara
keseluruhan.[4]
Abu Bakar juga sangat
memperhatikan keakuratan penghitungan zakat, sehingga tidak terjadi kekurangan
mau pun kelebihan dalam pembayarannya.[5] Hasil
dari semua pengumpulan tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara, dan
disimpan di Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum
muslimin hingga tidak ada yang tersisa.
Dalam
Pendistribusian harta Baitul Mal diterapkan dengan prinsip kesamarataan,
memberikan jumlah yang sama terhadap para sahabat, tanpa memperdulikan sahabat
mana yang lebih dulu masuk Islam, antara hamba dan orang merdeka, pria maupun
wanita. Menurutnya, dalam keutamaan beriman, Allah SWT yang akan memberikan
ganjarannya. Namun dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik
daripada prinsip keutamaan.[6]
Dengan
demikian, pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak
pernah menumpuk pada kurun waktu yang lama, karena langsung didistribusikan
secara menyeluruh kepada kaum muslimin. Bahkan, ketika Abu Bakar wafat hanya
ditemukan 1 dirham dalam perbendaharaan negara. Apabila terjadi peningkatan
dalam pendapatan negara, maka semua kaum muslimin mendapatkan manfaat yang sama
dan tidak ada yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi
pada peningkatan agregate demand dan agregate supply yang pada
akhirnya akan menaikan total pendapatan nasional, juga memperkecil jurang
pemisah antara orang-orang yang kaya dan yang miskin.[7]
B.
Umar bin Khattab (13-23
H/634-644 M)
Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Nama lengkapnya Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza
Al-Quraisy, biasa dipanggil Abu Hafsh (anak singa) dan digelari Al-Faruq
(pemisah antara yang hak dan batil). Ia adalah seorang yang cerdas, petarung
yang tangguh, pandai menulis dan membaca, dan ia selalu diutus untuk mewakili
sukunya, dan menjadi kebanggaan kaum Quraisy.[8] Sebelum
masuk Islam, ia adalah orang yang sangat pemberani dalam menentang Islam. Ia
masuk Islam setelah mendengar saudaranya (Fatimah binti Khattab) membaca
ayat-ayat Al-Qur’an, padahal waktu itu Umar hendak membunuhnya karena mengikuti
ajaran Nabi.[9]
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 10 tahun, ia
berhasil menaklukkan wilayah Syam, Irak, Persia, Mesir, Burqah, Azerbaijan, dan
Jurjan. Selain itu, ia berhasil mencetak mata uang Dirham dengan cap Alhamdulillah
pada satu sisi dan La ilaha
illa Allah Muhammad Rasulullah di sisi lainnya. Umar juga merupakan seorang
pemimpin yang sangat memperhatikan rakyatnya dan terkenal tegas kepada
pembantunya. Untuk itu, ia mengaudit kekayaan para pejabat dan pegawai negara
dan menyusun sebuah undang-undang “Min Aina Laka Hadza?”.[10]
Umar bin Khattab dipandang banyak melakukan inovasi mengenai
permasalahan perekonomian, hal ini dapat dilihat dari beberapa pemikiran serta
gagasannya yang mampu membuat Islam berkembang pada masanya. Dengan perluasan
wilayah daerah kekuasaan yang terjadi begitu cepat, maka Umar pun dengan segera
memberlakukan administrasi negara dan juga membentuk jawatan kepolisian dan
jawatan tenaga kerja.[11]
Selain hal tersebut, Umar juga mengambil langkah-langkah penting
dalam bidang pertanian seperti ia menghadiahkan tanah pertanian kepada
masyarakatnya dengan syarat mampu menggarapnya, serta membangun lembaga yang
khusus untuk mendukung programnya tersebut. Selanjutnya dalam bidang
perdagangan Umar juga menyempurnakan hukum perdagangan yang mengatur tentang
pajak dan mendirikan pasar-pasar dengan tujuan untuk menggerakkan roda
perekonomian rakyat. Umar juga menjadikan Baitul Mal yang memang sudah ada
sejak pemerintahan Abu Bakar menjadi reguler dan permanen. Namun dalam mendistribusikan
harta Baitul Mal, Umar menerapkan prinsip keutamaan. Hal ini dilatarbelakangi
karena semakin meluasnya pemerintahan Islam pada masa Umar dan juga ditandai
dengan pendapatan negara yang mengalami peningkatan yang sangat signifikan.[12]
Selain itu, Khalifah Umar juga mendirikan dewan yang bertugas
memberikan tunjangan bagi angkatan perang, pensiunan, dan tunjangan lainnya. Di
sisi lain, Umar juga mendirikan lembaga survey yang dikenal sebagai Nassab yang
bertugas melakukan sensus terhadap penduduk Madinah, menjadikan pajak dalam
beberapa tingkatan sesuai kemampuan ekonomi rakyatnya, mengambil zakat seorang
budak atau seekor kuda, memperkenalkan sistem jaga malam dan patroli, serta
memberlakukan mekanisme gaji kepada para anggota Militer yang dinamakan
Al-Diwan.[13]
C.
Ustman bin Affan (23-35 H/644-656 M)
Utsman bin Affan lahir pada 574 Masehi
dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah.
Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal
Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah SAW sendiri
menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah
hati diantara kaum muslimin.[14]
Utsman bin Affan adalah sahabat nabi
dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. Beliau dikenal sebagai
pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan
ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat
julukan Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat
karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu
Ruqayah dan Ummu Kaltsum.[15]
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun,
Khalifah Utsman bin Affan berhasil memperluas kekuasan Islam sampai ke wilayah
Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia,
Transoxania, serta Tabaristan. Selain itu juga, beliau berhasil menumpas
pemberontakan yang terjadi di daerah Khurasan dan Iskandariah. Beliau merupakan
khalifah yang kaya. Pada Perang Tabuk (Perang besar) beliau menyumbangkan 100
ekor unta agar tentara perang muslim tidak lelah karena jaraknya yang jauh.[16]
Pada enam tahun masa pemerintahannya, Usman banyak mengikuti
kebijakan ekonomi Umar bin Khattab yang lebih terfokus melakukan penataan baru
dengan mengikuti kebijakan khalifah sebelumnya. Hal ini paling tidak didasari
atas semakin luasnya kekuasaan Islam, dengan kata lain bahwa sumber pemasukan
negara dari berbagai unsur seperti zakat, jizyah dan ghonimah semakin besar.
Dalam mengembangkan SDA, Ustman melakukan pembuatan saluran air, pembangunan
jalan, serta pembentukan organisasi kepolisian secara permanent guna
mengamankan jalur perdagangan. Selain itu, Ustman juga memperkenalkan tradisi
mendistribusikan makanan di masjid untuk fakir miskin dan musafir. Selama
pemerintahannya, Ustman juga melakukan perubahan administrasi tingkat atas dan
mengganti beberapa gubernur, dalam pengelolaan tanah negara Ustman menerapkan
kebijakan membagi-bagikan tanah tersebut kepada penduduh dengan tujuan
reklamasi. Ustman menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya yang dilakukan
oleh Umar.
Memasuki enam tahun kedua pemerintahannya, tidak terdapat perubahan
mendasar dalam bidang perekonomian, hal ini lebih disebabkan karena mulai
banyak kekecewaan kaum muslimin yang ditimbulkan oleh kebijakan Ustman sendiri
yang di anggap banyak menguntungkan keluarga khalifah, akibatnya pada masa
pemerintahannya lebih banyak timbul kekacauan politik yang berakhir dengan
terbunuhnya khalifah Usman.
D.
Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
1)
Biografi
Nama lengkap beliau adalah Ali bin Abi Thalib bin
Abdil Muththalib bin Abdi Manaf bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab
bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin
Kinanah. Abul Hasan dan Husein ini digelari Abu Turab. Beliau keponakan sekaligus
menantu Rasulullah SAW dari puteri Rasul Fathimah az-Zahra’. Ibu beliau bernama
Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay, ibunya digelari
Wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan seorang putera Bani Hasyim. Beliau memiliki beberapa orang saudara laki-laki;
Thalib, Aqiel dan Ja’far. Mereka semua lebih tua dari
beliau, masing-masing terpaut sepuluh tahun. Beliau memiliki dua orang saudara
perempuan; Ummu Hani’ dan Jumanah. Keduanya adalah puteri Fathimah binti Asad,
ia telah masuk Islam dan turut berhijrah. Ayah beliau bernama Abu Thalib. Dia
adalah paman kandung yang sangat menyayangi Rasulullah SAW. Demikianlah yang disebutkan oleh Imam
Ahmad dan ulama-ulama ahli nasab dan sejarah.[17]
Setelah terbunuhnya Usman, maka timbul anarkhi di
Ibu Kota Negara dan pada hari kelima. Ali dengan suara bulatnya terpilih
menjadi khalifah menggantikan Usman. Setelah menjadi Khalifah, Ali bin Abi
Thalib menempatkan kembali kondisi Baitul Mal pada posisi sebelumnya. Beliau
juga membuat kebijakan antara lain[18]
:
a.
Memecat
beberapa pejabat yang diangkat Usman
yang dianggapnya tidak kompeten.
b.
Mengambil
tanah yang dibagikan Usman kepada keluarganya tanpa alasan yang benar.
c.
Memberikan bantuan kepada kaum muslimin berupa tunjangan yang diambil dari Baitul
Mal.
d.
Mengatur kembali tata laksana pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan
umat serta memindah pusat pemerintahan dari Madinah ke Kuffah.
Kebijakan yang dilakukan oleh Ali Bin Abi Thalib
ini telah menyerang orang-orang yang telah memperkaya dirinya semasa
pemerintahan yang lama. Beberapa orang-orang Utsman rela menyerahkan
jabatannya tanpa melakukan perlawanan. Sementara yang lainnya menolak. Di antara yang
menolak adalah Muawiyah, Gubernur Syiria yang kemudian bersama sekutu-sekutunya
menuntut pembalasan atas kematian Utsman.
Ali berkuasa selama 5 tahun. Sejak awal dia selalu
mendapatkan perlawanan dari kelompok yang bermusuhan dengannya, pemberontakan
kaum khawarij dan peperangan berkepanjangan dengan Muawiyah yang
memproklamirkan dirinya sebagai penguasa yang independen di daerah Syiria dan
kemudian Mesir.
2)
Pemikiran
Ekonomi Ali Bin Abi Thalib[19]
Di samping pemerintahan Ali masih ada beberapa ketidakjelasan
permasalahan yang dilakukan oleh Ali dalam membebankan khums atas ikan
atau hasil hutan. Menurut Baladhuri, Ali membebankan para pemilik hutan (Ajmat)
4.000 dirham. Dia menulis kepada merek sebuah pernyataan yang ditulis di atas sehelai perkamen.
Hutan-hutan ini terhampar di daerah istana Raja Namruj di Babilonia. Di hutan ini,
terdapat ngarai yang dalam, yang menurut beberapa orang tanah untuk batu-batu
istana di buat dan menurut yang lainnya itu adalah tanah longsor.
Ibnu Abbas, Gubernur Ali di Kuffah, memungut zakat atas sayuran yang
tidak membusuk yang digunakan sebagai bumbu. Seperti sudah dinyatakan
sebelumnya, Ali tidak hadir pada pertemuan Majelis Syuro di Djabiya (masuk
wilayah Madinah) yang diadakan oleh Umar untuk menyepakati peraturan-peraturan yang sangat penting yang berkaitan dengan daerah
taklukkan. Pertemuan itu juga menyepakati untuk tidak mendistribusikan seluruh
pendapatan Baitul Mal, tetapi menyimpan sebagian untuk cadangan. Semua
kesepakan itu berlawanan dengan pendataan Ali. Oleh karena itu, ketika menjabat sebagai
khalifah, dia mendistribusikan seluruh pendapatan dan provinsi yang ada di
Baitul Maal Madinah, Busra dan Kuffah.
Prinsip utama dari pemerataan distribusi
uang rakyat diperkenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk pertama
kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari
sabtu itu semua perhitungan diselesaikan dan dimulai perhitungan baru.
Kurang atau lebih alokasi pengeluaran masih tetap sama sebagaimana
halnya pada masa kepemimpinan Umar. Pengeluaran untuk angkatan laut yang
ditambah jumlahnya pada masa kepemimpinan Utsman hampir dihilangkan seluruhnya, karena daerah sepanjang garis pantai
Syiria, Palestina dan Mesir berada di bawah kekuasaan Muawiyah. Tetapi dengan
adanya penjaga malam dan patrol (diciptakan oleh Umar), khalifah keempat tetap
menyediakan polisi regular yang terorganisasi yang disebut Shurta, dan
pemimpinnya diberi gelar Sahibush-Surta.
Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, admisnistrasi
umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep
ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditunjukkan kepada Malik
Ashter bin Harith. Surat itu antara alain mendeskripsikan tugas kewajiban dan
tanggung jawab penguasa, menyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadap
keadilan, kontrol atas pejabat petinggi staf, menjelaskan kebaikan dan kekurangan
jaksa, hakim, abdi hukum, penguraikan pendapatan pegawai administrasi ddan pengadaaan
bendahara. Surat ini menjelaskan bagaimana berurusan dengan sipil, pengadilan
dan angkatan perang. Ali menekankan Malik agar lebih memperhatikan
kesejahteraan para prajurit dan keluarga mereka dan diharapkan berhubungan langsung dengan
masyarakat melalui pertemuan yang terbuka, terutama dengan orang-orang yang
miskin, orang yang teraniaya dan orang-orang yang cacat. Di surat ini juga
ada instruksi untuk melawan koupsi dan penindasan, mengontrol pasar dan
memberantas para tukang catut, penimbunan barang, dan pasar gelap.
Jadi selama pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam kepemimpinanya melakukan kebijakan antara lain :
a)
Pendistribusian
seluruh pendapatan yang ada pada Baitul Mal berbeda dengan Umar yang
menyisihkan untuk cadangan
b)
Pengeluaran
angkatan laut dihilangkan
c)
Adanya
kebijakan pengetatan anggaran
d)
Dan hal yang sangat monumental adalah pencetakan mata uang sendiri atas
nama pemerintahan Islam, di mana sebelumnya kekhalifahan Islam menggunakan uang
dinar dari Romawi dan dirham dari Persia
Pemerintahan Ali berakhir dengan terbunuhnya
beliau di tangan Ibnu Muljam dari kelompok khawarij. Jenazahnya
dimandikan kedua putranya Hasan dan Husein, kemudian dimakamkan di Kuffah. Tetapi, Ibnu Asir
menyatakan bahwa ia dikuburkan di Neft. Ali meninggal pada usia 63 tahun
setelah memerintah selam 5 tahun 3 bulan.
III.
Kesimpulan
Sistem ekonomi suatu negara merupakan hal yang
sangat penting untuk diperhatikan, terutama oleh para pemimpinnya. Karena
ekonomi merupakan pangkal utama berjalannya suatu negara. Demikian juga pada
masa Khulafaur Rasyidin, sistem ekonomi sangat diperhatikan.
Pada masa Abu Bakar kebijakanyang dilakukan adalah seperti
yang dilakukan Rasulullah. Abu Bakar Ash-Shiddiq melakukan kebijakan pembagian
tanah taklukan, sebagian untuk umat muslim dan sebagian lagi tetap menjadi
tanggungan negara. Selain itu, beliau mengambil
alih tanah dari orang murtad kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam
secara keseluruhan. Beliau juga sangat
memperhatikan keakuratan penghitungan zakat dan memperhatikan
pendistribusiannya dengan cermat sehingga dapat sampai pada masyarakat secara
menyeluruh dan sama rata.
Kemudian masa Umar bin Khatab, kebijakan yang
dilakukannya adalah mencetak mata uang Dirham dengan cap Alhamdulillah pada
satu sisi dan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah di sisi
lainnya. Selain itu, beliau melakukan audit kekayaan para pejabat dan pegawai negara
dan menyusun sebuah undang-undang “Min Aina Laka Hadza?”. Umar juga mengambil langkah-langkah penting dalam bidang
pertanian dan menjadikan
Baitul Mal yang memang sudah ada sejak pemerintahan Abu Bakar menjadi reguler
dan permanen. Namun cara
pendistribusiannya dengan mengutamakan prinsip keutamaan. Juga langkah-langkah
lain di bidang ekonomi yang menyebabkan pemerintahannya berjalan dengan sangat
baik.
Utsman bin Affan mengikuti kebijakan
ekonomi Umar bin Khattab yang lebih terfokus melakukan penataan baru dengan
mengikuti kebijakan khalifah sebelumnya. Dalam pemberdayaan SDA, Ustman
melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan, serta pembentukan organisasi
kepolisian secara permanen guna mengamankan jalur perdagangan. Beliau juga memperkenalkan
tradisi mendistribusikan makanan di masjid untuk fakir miskin dan musafir
melakukan perubahan administrasi tingkat atas serta mengganti
beberapa gubernur. Dalam pengelolaan tanah negara Ustman menerapkan
kebijakan membagi-bagikan tanah tersebut kepada penduduk dengan tujuan reklamasi.
Khalifah terakhir adalah Ali bin Abi Thalib. Beliau
melakukan kebijakan-kebijakan di antaranya :
a)
Pendistribusian
seluruh pendapatan yang ada pada Baitul Mal berbeda dengan Umar yang
menyisihkan untuk cadangan
b)
Pengeluaran
angkatan laut dihilangkan
c)
Adanya
kebijakan pengetatan anggaran
d)
Pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam, di mana
sebelumnya kekhalifahan Islam menggunakan uang dinar dari Romawi dan dirham
dari Persia
Dari sejarah tentang sistem perekonomian masa
Khulafaur Rasyidin ini, diharapkan kita tidak lupa terhadap sejarah dan dapat
menjadi salah satu acuan untuk pengembangan ekonomi sekarang.
IV.
Referensi
Azwar Karim,
Adiwarman. 2006. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Afzalurrahman, 1995. Doktrin Ekonomi Islam.
Yogyakarta: PT.Dhana Bhakti Wakaf. Jilid 2.
Chamid, Nur. 2010. Jejak Langkah Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mursi, Muhammad Sa’id. 2007. Tokoh-tokoh
Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Oktavia, Evi. 2009. “Ekonomi Syariah Sebagai Sistem Ekonomi”.
Jurnal. Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi Universitas Widyatama. Vol. 9.
Hadi, Nurfitri, “Keutamaan Utsman bin Affan”,
Diakses
30 September 2014.
Muhlisin, “Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin. http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-khulafaur-raosyidin. Diakses 30 september 2014
Fatah,
Abdul. “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, https://prasastihati.files.wordpress.com/2008/12/mkl-sejarah-pemikiran-ekonomi-islam. Diakses 30 September 2014
[1]
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 24
[2]
Evi Oktavia, “Ekonomi Syariah Sebagai Sistem Ekonomi”, Jurnal Bisnis,
Manajemen dan Ekonomi Universitas Widyatama, Vol. 9, 2009, hlm. 2086
[3]
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT Grafindo Persada,
2012).
[4]
Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dhana Bhakti
wakaf, 1995), Jilid 2, hlm. 320
[5]
M.A. Swabswari, Sistem Ekonomi Dan Fiskal Pada Masa Al-Khulafa Al-Rasyidun,
(Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2001), Cet.
Ke-1, hlm. 44
[6]
Afzalurrahman, Op.Cit,. jilid 1, hlm. 163
[7]
Adiwarman
Azwar Karim, Sejarah Pemikiran...., Op.Cit,. hlm. 57
[8]
Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar
Islam Sepanjang Sejarah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), hlm. 10
[9]
“Islam pada Masa Khulafaur Rassyidin” http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-khulafaur-raosyidin.pdf,
Diakses 30 september 2014, pukul 12.16, hlm. 9
[10]
Muhammad Sa’id Mursi, op.cit., hlm.
13
[11]
“Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, https://prasastihati.files.wordpress.com/2008/12/mkl-sejarah-pemikiran-ekonomi-islam.pdf,
Diakses 30 September 2014, pukul 12.19, hlm. 5
[12]
Ibid., hlm. 5
[13]
Ibid., hlm. 6
[14]
“Keutamaan Utsman bin Affan”, http://kisahmuslim.com/keutamaan-utsman-bin-affan/ Diakses
tanggal 30 September 2014, pukul 12.36.
[15]
Adiwarman
Azwar Karim, Sejarah Pemikiran...., Op.Cit,. hlm. 78
[16]
Ibid., hlm. 79
[17] Chamid, Nur, Jejak Langkah Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
[18]
Ibid.
[19]
Ibid.
Disusun oleh :
Ahmad Muchassin
Beni Munthe
Fahmi Shiddiqi
Muhammad Hadyan Faris
Neneng Ela Fauziyyah
JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
Disusun oleh :
Ahmad Muchassin
Beni Munthe
Fahmi Shiddiqi
Muhammad Hadyan Faris
Neneng Ela Fauziyyah
JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar