Sabtu, 28 Februari 2015

Bermalam di Arvita Bunda


Ahad ( atau yang lebih masyhur dengan sebutan Minggu ) pagi iini aku bangun kesiangan karena malamnya bisa tidur pukul stengah satu malam. Kebetulan di pondok sedang ada hajatan besar yakni peringatan maulid nabi muhammad saw yang seluruh lembaga pendidikan yang dibawah naungan yayasan pondok pesantren pangeran diponegoro mengadakan lomba-lomba untuk kalangan pelajar. Suasana pondok sangat ramai semuanya tampak berbungah-bungah karena ada hajatan besar nan ramai namun di balik ada santri yang sedang sakit berhari-hari dan tak kunjung sumbuh. Bangun dari tidur aku langsung bergegas untuk wudlu dan langsung melaksanakan sholat subuh qada karena bangunku yang kesiangan tadi. 

Setelah sholatku yang qada tadi aku langsung ingat keadaan santri yang sedang sakit karena beberapa hari terakhir yang sakitnya tak kunjung sembuh itu selain sebagai santri anak tersebut masih mempunyai hubungan saudara denganku tepatnya dia anak dari kakak sepupu jadinya lebih punya rasa lebih untuk selalu mengurusinya.  Dua anak yang sakit masih tertidur di ranjangnya masing-masing langsung aku datangi ternyata belum sarapan padahal saat itu pukul 10 siang langsung akku bergegas mengambil makan muntuk keduanya. Semakit menakutkan setiap tak ambilkan makan selalu gak mereka makan katanya sih makan gak ada rasanya trus kalau buat makan langsung pingin muntah. Kebetulan di jogaja aku jyga punya adik yang tinggal uga satu pondok, namaya Sofwan Hilmi tapi di pondok dia lebih populer dipanggil dengan nama lain yakni cemet entah apa sebab awalnya adikku ini yang punya nama bagus malah punya panggilan yang kurang baik ini. Akupun memanggilnya untuk aku suruh nganterin kedua santri sekaligus saudara kku ini untuk tes darah di klinik kesehatan terdekat.

Pondok yang sangat ramai membuatku malas untuk belajar padahal hari itu adalah suasana ujian untuk kampusku yakni UIN SUKA, akhirnyapun aku memutuskan untuk mempersiapkan sedikit beberapa tugas yang masih ada yang mau tak mau harus menghadap komputer minniku ini. Mulailah aku mengerjakan tugas-tugas tersebut, suara salam yang terus berbunyi mebuatku keluar kamar untuk melihat adakah tamu yang datang, bergegas keluar kamar ternyata benar seorang lelaki yang tampak berbadan besar dan soopan berada di depan kantor pondok yang kebetulan tempat kantor yang bersebelahan dengan kamarku. Langsung aku menemuia tamu tersebut dan dipersilahkan umtuk masuk dan duduk. Pada pertemuan saat itu untuk mengawali ada basa-basi yang secara spontan keluar dari mulutku ini ada saja yang selalu ku tanyakan dari mana datangnya, rrumahnya mana, dan berbagai hal yang lain. Ternyata setelah melalui  pembicaraan yang lumayan berjalan lama tujuan nerbadan besar terssebut adalah untuk membayar syahriah ( bahasa SPP yang populer di kalangan ppondok pesantren) pondok untuk anaknya. Beliau adalah wali santri dari ananda zunaidi fadillah. Setelah tujuan yang dimaksudkan oleh wali santri selesai ia langsung pamit untuk langsung pulang karena ia juga mengatakan bahwa masih punya pekerjaan yang lain. Kembalilah aku ke kamar da bermaksud utuk kembali mengerjakann tugas ku tadi. Kututup pintu kamarku agar lebih tenang untuk mengerjakan tugas harapku, tapi apalah daya suara salam kembalil terdengar oleh tellingaku namun kali ini suara dari anak kecil, ku bukalah pintu dan benar si Bagas anak kelas 7 SMP diponegoro sudah berdiri ytegap di depan pintu spontan langsung ku suruh dia masuk kekamar karena akupun sudah paham apa yang dia inginkan, Bagas pasti ingin mengambil uang membeli jajan dan itupun terbukti dengan Bagas yang langsung melontarkan ucapannya untuk meminta uang. Langsung saja kuberikan uang miliknya, memang uang santri di pondok kami dititipkan untuk menurangi kesempatan jahat bagi beberapa temen yang masih punya kebiasaan buruk misal mencuri.

Suara motor terdengar mengarah di depan pondok, ternyata motor adiku yang ngentar 2 santri yang sakit tadi, tampak dari kamar hanya satu santri yang duduk dibelakang adikku yang sebagai sopirnya. Mereka langsung turun daari motor dan berjalan ke arahku, Hilmi atau yang terkenal dengan paanggilan cemet tadi memberi kabar bahwa yang satu sudah mulai sembuh tapi satunya lagi harus dirawat di rumah sakit.
 
Arvita Bunda rumah sakit ibu dan anak yang terletak di stan maguwoharjo depok sleman adalah rumah sakit yang mana satu santri pondok yang trombositnya hanya 114 dan tanda-tanda penyakit DBD mulai tampak. Setelah mendapatkan infomasi dari adikku kami langsung bersiap-siap untuk datang ke arvita bunda untuk menemani satu santrii yang harus di rawat. Kami terpaksa tidak bisa menikmati kemeriahan perayaan maulid nabi yang diadakan oleh yayasan pondok pesantren pageran diponegoro tersebut, kami berangkat dengan hati yang sedikit berat tapi semua itu tertuti oleh suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk selalu memberi pertolonangan keppada sesama muslim. Sampailah kami di arvita bunda, kami menemui petugas penerima tamu dan kami menanyakan ruangan dimana santri yang bernama atoillah, kemudian petugas pun langsung menunjukkan tempat dan kami langsung ke ruangan tersebut.
Di dalam rungan tempat anak tersebut hanya di tempati oleh 1 orang jadi kami lebih leluasa dalam menemaninya. Rungan yang dilengkapi dengan fasilitas lebih misal TV, kamar mandi dalam, wastafel, kipas angin seakan membuat kami merasakan masuk rungan pasien yang elit. Kami mulai masuk pukul 12 siang sampai dengan sore pukul 5 sore tidak ada halr2 yang cukup merepotkan karena  dia tidur pulas, sesekali ada perawat yang menegok keadaan pasien satu ini entah mengecek suhu tubuuh atau apa yang masih dirasakan tapi itupun berjalan dengan biasa.  Setelah malam tiba anak yang tadinya hanya tidur dan sesekali bangun ketika ada dokter yang datang kini mulai bangun dan kadang mengeluarkan suara lirih nya sambil merintih haus, kakinya sakit ataupun sesak. Bahkan dia juga memanggil  ibu ataupun ngomong yang tidak jelas tapi hal itu kami maklumi karena keadaannya yang masih kecil dan harus belajar untuk tidak hidup bersama-sama dengan ayah dan ibunya. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar