Selasa, 24 Februari 2015

EKONOMI MASA KHULAFAUR RASYIDIN



I. Pendahuluan
Madinah merupakan kota yang dituju Rasulullah SAW untuk berhijrah pada saat Mekkah bertambah sulit untuk dijadikan tempat berdakwah. Kondisi nyata saat Rasulullah SAW hijrah ke Madinah yaitu di sana setiap saat dihiasi dengan perang antar suku terutama suku Auz dan Khazraj yang memperebutkan kekuasaan. Hal ini karena kota Madinah sendiri belum mempunyai pemimpin yang berdaulat secara penuh. Rasulullah SAW kemudian memikirkan cara yang paling efektif untuk membangun kota Madinah ini.[1]
Banyak langkah yang sudah dilakukan Rasulullah SAW untuk mengubah keadaan Madinah hingga beliau wafat di sana. Rasulullah SAW meninggalkan umatnya dengan sistem pemerintahan Madinah yang sudah terbentuk dan berjalan dengan baik. Berbicara tentang pemerintahan ini tidak akan pernah lepas kaitannya dengan perekonomian. Beliau telah mewariskan sistem ekonomi yang berakar kuat dari prinsip-prinsip Qur’ani dengan melakukan kebijakan-kebijakan untuk mengembangkan ekonomi di kota Madinah.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, pemerintahan diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin yaitu khalifah-khalifah yang diberi petunjuk dan dipilih sebagai kepala Negara dan pemerintahan sekaligus sebagai pemimpin umat Islam. Sahabat Rasulullah SAW yang menjadi Khulafaur Rasyidin ada empat orang, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Masa Khulafaur Rasyidin yang lamanya tidak lebih dari tiga puluh tahun, dimulai sejak tahun 11-41 H/632-661 M. Keempat khalifah ini meneruskan perjuangan Rasulullah SAW dengan cara dan gaya yang berbeda-beda. Mengenai kebijakan di bidang ekonominya pun, keempat khalifah ini memiliki langkah yang berbeda pula. Pada masa Khulafaur Rasyidin ini, sistem ekonomi yang telah terbentuk berkembang lebih jauh dan menemukan bentuk yang ideal.[2] Tidak sekedar teori, namun sudah berimplikasi besar terhadap pengembangan Islam.
Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas mengenai bagaimana para Khulafaur Rasyidin menerapkan sistem ekonomin dalam masa pemerintahan masing-masing yaitu sistem ekonomi masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Tujuannya supaya para pembaca dapat mengidentifikasi apa saja hal yang menjadikan sistem ekonomi pada masa ini dapat berkembang begitu pesat. Selain itu, dapat pula menjadi salah satu acuan untuk mengembangkan sistem ekonomi pada masa sekarang.   

II.    Pembahasan
A.    Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
1)      Biografi
‘Abdillah Bin ‘Utsman Abi Quhafah adalah nama sahabat nabi yang lebih masyhur dengan sebutan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Gelar Ash-Shiddiq ini didapatnya dari Rasul karena sifat kejujurannya dalam mengatakan hal yang benar. Abu Bakar bin Abu Quhafah adalah keturunan seorang bangsawan yang di masa mudanya sangat masyhur karena kebaikan budinya. Sahabat yang sangat baik hati sekaligus sebagai bapak mertua Rasulullah, sangat besar jiwa kemanusiannya. Sahabat yang  tidak akan rela melihat orang lain menderita, dan rakyat yang tertindas. Karena saking baiknya, dan ketidakrelaan melihat orang tertindas, terutama orang muslim. Abu Bakar sering kali memerdekaan budak, salah satunya Bilal bin Rabah, yang akhirnya menjadi muadzin Islam yang mengumandangkan adzan setiap waktu shalat tiba. Sebagai sahabat pertama nabi yang masuk Islam sangat besar pengorbanannya terhadap Islam, mengabdikan seluruh  jiwa raganya untuk agama.
Setelah Rasulullah wafat sahabat Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, tepatnya pada bulan Rabi’ul Awal tahun ke-11 Hijriyah. Diangkatnya Abu Bakar menjadi khalifah adalah hasil musyawarah para sahabat. Pada masa ke-khalifahannya Abu Bakar sangat bertanggung jawab dalam memegang amanah negara dan sangat bijaksana dalam memutuskan segala sesuatu. Dan juga mempunyai kelihaian dalam mengembangkan ajaran Islam. Pada saat Rasulullah wafat, perkembangan Islam masih terbatas pada Jazirah Arab saja. Namun, setelah Abu Bakar memegang kekuasan melanjutkan perjuangan beliau, daerah pengembangan Islam menjadi sangat luas sekali.
Pada tanggal 7 Jumadil Akhir, Abu Bakar jatuh sakit selama 2 minggu. Meskipun kondisinya sedang sakit, beliau masih tetap memikirkan masa depan negara dan selalu khawatir akan terjadi kericuhan apabila dirinya di panggil oleh sang Maha Kuasa. Namun takdir Allah SWT berkata lain. Meskipun upaya-upaya untuk menyembuhkan dirinya sudah dilakukan, tetap tidak bisa merubah kehendak Allah SWT. Tepatnya pada tanggal 22 Jumadil Akhir tahun ke-13 Hijriyah beliau dipanggil oleh Allah SWT pada usia 63 tahun setelah selama 2 tahun memegang amanah negara dengan penuh tanggung jawab dan bijaksana.

2)        Praktek Ekonomi pada Masa Pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Setelah Rasulullah wafat, Abu Bakar yang terpilih menjadi khalifah pertama Islam sekaligus sebagai penerus perjuangan Rasulullah dalam menyiarkan ajaran Islam. Ia merupakan kepala negara dan juga pemimpin kaum muslimin. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 2 tahun. Abu Bakar banyak menghadapi persoalan dalam negeri seperti kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang zakat. Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu Bakar melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia yang selalu mengancam kedudukan Islam.
Abu Bakar adalah seorang saudagar yang kaya raya pada masanya. Beliau memiliki argumen yang berkaitan dengan harga. Disebutkan bahwa “jumlah barang menentukan harga barang, dikala persedian barang maka harga akan cenderung turun, begitu juga sebaliknya”.[3] Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat Islam, Abu Bakar melakukan berbagai kebijakan seperti yang dilakukan Rasulullah. Abu Bakar Ash-Shiddiq melakukan kebijakan pembagian tanah taklukan, sebagian untuk umat muslim dan sebagian lagi tetap menjadi tanggungan negara. Di samping itu, beliau mengambil alih tanah dari orang murtad kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam secara keseluruhan.[4]
Abu Bakar juga sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat, sehingga tidak terjadi kekurangan mau pun kelebihan dalam pembayarannya.[5] Hasil dari semua pengumpulan tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara, dan disimpan di Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin hingga tidak ada yang tersisa.
Dalam Pendistribusian harta Baitul Mal diterapkan dengan prinsip kesamarataan, memberikan jumlah yang sama terhadap para sahabat, tanpa memperdulikan sahabat mana yang lebih dulu masuk Islam, antara hamba dan orang merdeka, pria maupun wanita. Menurutnya, dalam keutamaan beriman, Allah SWT yang akan memberikan ganjarannya. Namun dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan.[6]
Dengan demikian, pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk pada kurun waktu yang lama, karena langsung didistribusikan secara menyeluruh kepada kaum muslimin. Bahkan, ketika Abu Bakar wafat hanya ditemukan 1 dirham dalam perbendaharaan negara. Apabila terjadi peningkatan dalam pendapatan negara, maka semua kaum muslimin mendapatkan manfaat yang sama dan tidak ada yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan agregate demand dan agregate supply yang pada akhirnya akan menaikan total pendapatan nasional, juga memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dan yang miskin.[7]

B.     Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M)
Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Nama lengkapnya Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza Al-Quraisy, biasa dipanggil Abu Hafsh (anak singa) dan digelari Al-Faruq (pemisah antara yang hak dan batil). Ia adalah seorang yang cerdas, petarung yang tangguh, pandai menulis dan membaca, dan ia selalu diutus untuk mewakili sukunya, dan menjadi kebanggaan kaum Quraisy.[8] Sebelum masuk Islam, ia adalah orang yang sangat pemberani dalam menentang Islam. Ia masuk Islam setelah mendengar saudaranya (Fatimah binti Khattab) membaca ayat-ayat Al-Qur’an, padahal waktu itu Umar hendak membunuhnya karena mengikuti ajaran Nabi.[9]
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 10 tahun, ia berhasil menaklukkan wilayah Syam, Irak, Persia, Mesir, Burqah, Azerbaijan, dan Jurjan. Selain itu, ia berhasil mencetak mata uang Dirham dengan cap Alhamdulillah pada satu sisi  dan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah di sisi lainnya. Umar juga merupakan seorang pemimpin yang sangat memperhatikan rakyatnya dan terkenal tegas kepada pembantunya. Untuk itu, ia mengaudit kekayaan para pejabat dan pegawai negara dan menyusun sebuah undang-undang “Min Aina Laka Hadza?”.[10]
Umar bin Khattab dipandang banyak melakukan inovasi mengenai permasalahan perekonomian, hal ini dapat dilihat dari beberapa pemikiran serta gagasannya yang mampu membuat Islam berkembang pada masanya. Dengan perluasan wilayah daerah kekuasaan yang terjadi begitu cepat, maka Umar pun dengan segera memberlakukan administrasi negara dan juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja.[11]
Selain hal tersebut, Umar juga mengambil langkah-langkah penting dalam bidang pertanian seperti ia menghadiahkan tanah pertanian kepada masyarakatnya dengan syarat mampu menggarapnya, serta membangun lembaga yang khusus untuk mendukung programnya tersebut. Selanjutnya dalam bidang perdagangan Umar juga menyempurnakan hukum perdagangan yang mengatur tentang pajak dan mendirikan pasar-pasar dengan tujuan untuk menggerakkan roda perekonomian rakyat. Umar juga menjadikan Baitul Mal yang memang sudah ada sejak pemerintahan Abu Bakar menjadi reguler dan permanen. Namun dalam mendistribusikan harta Baitul Mal, Umar menerapkan prinsip keutamaan. Hal ini dilatarbelakangi karena semakin meluasnya pemerintahan Islam pada masa Umar dan juga ditandai dengan pendapatan negara yang mengalami peningkatan yang sangat signifikan.[12]
Selain itu, Khalifah Umar juga mendirikan dewan yang bertugas memberikan tunjangan bagi angkatan perang, pensiunan, dan tunjangan lainnya. Di sisi lain, Umar juga mendirikan lembaga survey yang dikenal sebagai Nassab yang bertugas melakukan sensus terhadap penduduk Madinah, menjadikan pajak dalam beberapa tingkatan sesuai kemampuan ekonomi rakyatnya, mengambil zakat seorang budak atau seekor kuda, memperkenalkan sistem jaga malam dan patroli, serta memberlakukan mekanisme gaji kepada para anggota Militer yang dinamakan Al-Diwan.[13]



C.   Ustman bin Affan (23-35 H/644-656 M)
Utsman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah SAW sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin.[14]
Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. Beliau dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.[15]
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman bin Affan berhasil memperluas kekuasan Islam sampai ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, serta Tabaristan. Selain itu juga, beliau berhasil menumpas pemberontakan yang terjadi di daerah Khurasan dan Iskandariah. Beliau merupakan khalifah yang kaya. Pada Perang Tabuk (Perang besar) beliau menyumbangkan 100 ekor unta agar tentara perang muslim tidak lelah karena jaraknya yang jauh.[16]
Pada enam tahun masa pemerintahannya, Usman banyak mengikuti kebijakan ekonomi Umar bin Khattab yang lebih terfokus melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan khalifah sebelumnya. Hal ini paling tidak didasari atas semakin luasnya kekuasaan Islam, dengan kata lain bahwa sumber pemasukan negara dari berbagai unsur seperti zakat, jizyah dan ghonimah semakin besar. Dalam mengembangkan SDA, Ustman melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan, serta pembentukan organisasi kepolisian secara permanent guna mengamankan jalur perdagangan. Selain itu, Ustman juga memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan di masjid untuk fakir miskin dan musafir. Selama pemerintahannya, Ustman juga melakukan perubahan administrasi tingkat atas dan mengganti beberapa gubernur, dalam pengelolaan tanah negara Ustman menerapkan kebijakan membagi-bagikan tanah tersebut kepada penduduh dengan tujuan reklamasi. Ustman menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya yang dilakukan oleh Umar.                                                                    
Memasuki enam tahun kedua pemerintahannya, tidak terdapat perubahan mendasar dalam bidang perekonomian, hal ini lebih disebabkan karena mulai banyak kekecewaan kaum muslimin yang ditimbulkan oleh kebijakan Ustman sendiri yang di anggap banyak menguntungkan keluarga khalifah, akibatnya pada masa pemerintahannya lebih banyak timbul kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya khalifah Usman.

D.   Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
1)    Biografi
Nama lengkap beliau adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdil Muththalib bin Abdi Manaf bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah. Abul Hasan dan Husein ini digelari Abu Turab. Beliau keponakan sekaligus menantu Rasulullah SAW dari puteri Rasul Fathimah az-Zahra’. Ibu beliau bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay, ibunya digelari Wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan seorang putera Bani Hasyim. Beliau memiliki beberapa orang saudara laki-laki; Thalib, Aqiel dan Ja’far. Mereka semua lebih tua dari beliau, masing-masing terpaut sepuluh tahun. Beliau memiliki dua orang saudara perempuan; Ummu Hani’ dan Jumanah. Keduanya adalah puteri Fathimah binti Asad, ia telah masuk Islam dan turut berhijrah. Ayah beliau bernama Abu Thalib. Dia adalah paman kandung yang sangat menyayangi Rasulullah SAW. Demikianlah yang disebutkan oleh Imam Ahmad dan ulama-ulama ahli nasab dan sejarah.[17]
Setelah terbunuhnya Usman, maka timbul anarkhi di Ibu Kota Negara dan pada hari kelima. Ali dengan suara bulatnya terpilih menjadi khalifah menggantikan Usman. Setelah menjadi Khalifah, Ali bin Abi Thalib menempatkan kembali kondisi Baitul Mal pada posisi sebelumnya. Beliau juga membuat kebijakan antara lain[18] :
a.     Memecat beberapa pejabat yang diangkat Usman yang dianggapnya tidak kompeten.
b.     Mengambil tanah yang dibagikan Usman kepada keluarganya tanpa alasan yang benar.
c.     Memberikan bantuan kepada kaum muslimin berupa tunjangan yang diambil dari Baitul Mal.
d.    Mengatur kembali tata laksana pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan umat serta memindah pusat pemerintahan dari Madinah ke Kuffah.
Kebijakan yang dilakukan oleh Ali Bin Abi Thalib ini telah menyerang orang-orang yang telah memperkaya dirinya semasa pemerintahan yang lama. Beberapa orang-orang Utsman rela menyerahkan jabatannya tanpa melakukan perlawanan. Sementara yang lainnya menolak. Di antara yang menolak adalah Muawiyah, Gubernur Syiria yang kemudian bersama sekutu-sekutunya menuntut pembalasan atas kematian Utsman.
Ali berkuasa selama 5 tahun. Sejak awal dia selalu mendapatkan perlawanan dari kelompok yang bermusuhan dengannya, pemberontakan kaum khawarij dan peperangan berkepanjangan dengan Muawiyah yang memproklamirkan dirinya sebagai penguasa yang independen di daerah Syiria dan kemudian Mesir.
2)    Pemikiran Ekonomi Ali Bin Abi Thalib[19]
Di samping pemerintahan Ali masih ada beberapa ketidakjelasan permasalahan yang dilakukan oleh Ali dalam membebankan khums atas ikan atau hasil hutan. Menurut Baladhuri, Ali membebankan para pemilik hutan (Ajmat) 4.000 dirham. Dia menulis kepada merek sebuah pernyataan  yang ditulis di atas sehelai perkamen. Hutan-hutan ini terhampar di daerah istana Raja Namruj di Babilonia. Di hutan ini, terdapat ngarai yang dalam, yang menurut beberapa orang tanah untuk batu-batu istana di buat dan menurut yang lainnya itu adalah tanah longsor.
Ibnu Abbas, Gubernur Ali di Kuffah, memungut zakat atas sayuran yang tidak membusuk yang digunakan sebagai bumbu. Seperti sudah dinyatakan sebelumnya, Ali tidak hadir pada pertemuan Majelis Syuro di Djabiya (masuk wilayah Madinah) yang diadakan oleh Umar untuk menyepakati peraturan-peraturan yang sangat penting yang berkaitan dengan daerah taklukkan. Pertemuan itu juga menyepakati untuk tidak mendistribusikan seluruh pendapatan Baitul Mal, tetapi menyimpan sebagian untuk cadangan. Semua kesepakan itu berlawanan dengan pendataan Ali. Oleh karena itu, ketika menjabat sebagai khalifah, dia mendistribusikan seluruh pendapatan dan provinsi yang ada di Baitul Maal Madinah, Busra dan Kuffah. Prinsip utama  dari pemerataan distribusi uang rakyat diperkenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk pertama kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari sabtu itu semua perhitungan diselesaikan dan dimulai perhitungan baru.
Kurang atau lebih alokasi pengeluaran masih tetap sama sebagaimana halnya pada masa kepemimpinan Umar. Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambah jumlahnya pada masa kepemimpinan Utsman hampir dihilangkan seluruhnya, karena daerah sepanjang garis pantai Syiria, Palestina dan Mesir berada di bawah kekuasaan Muawiyah. Tetapi dengan adanya penjaga malam dan patrol (diciptakan oleh Umar), khalifah keempat tetap menyediakan polisi regular yang terorganisasi yang disebut Shurta, dan pemimpinnya diberi gelar Sahibush-Surta.
Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, admisnistrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditunjukkan kepada Malik Ashter bin Harith. Surat itu antara alain mendeskripsikan tugas kewajiban dan tanggung jawab penguasa, menyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadap keadilan, kontrol atas pejabat petinggi staf, menjelaskan kebaikan dan kekurangan jaksa, hakim, abdi hukum, penguraikan pendapatan pegawai administrasi ddan pengadaaan bendahara. Surat ini menjelaskan bagaimana berurusan dengan sipil, pengadilan dan angkatan perang. Ali menekankan Malik agar lebih memperhatikan kesejahteraan para prajurit dan keluarga mereka dan diharapkan berhubungan langsung dengan masyarakat melalui pertemuan yang terbuka, terutama dengan orang-orang yang miskin, orang yang teraniaya dan orang-orang yang cacat. Di surat ini juga ada instruksi untuk melawan koupsi dan penindasan, mengontrol pasar dan memberantas para tukang catut, penimbunan barang, dan pasar gelap.
Jadi selama pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam kepemimpinanya melakukan kebijakan antara lain :
a)     Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada Baitul Mal berbeda dengan Umar yang menyisihkan untuk cadangan
b)    Pengeluaran angkatan laut dihilangkan
c)     Adanya kebijakan pengetatan anggaran
d)    Dan hal yang sangat monumental adalah pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam, di mana sebelumnya kekhalifahan Islam menggunakan uang dinar dari Romawi dan dirham dari Persia
Pemerintahan Ali berakhir dengan terbunuhnya beliau di tangan Ibnu Muljam dari kelompok khawarij. Jenazahnya dimandikan kedua putranya Hasan dan Husein, kemudian dimakamkan di Kuffah. Tetapi, Ibnu Asir menyatakan bahwa ia dikuburkan di Neft. Ali meninggal pada usia 63 tahun setelah memerintah selam 5 tahun 3 bulan.

III.      Kesimpulan
Sistem ekonomi suatu negara merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama oleh para pemimpinnya. Karena ekonomi merupakan pangkal utama berjalannya suatu negara. Demikian juga pada masa Khulafaur Rasyidin, sistem ekonomi sangat diperhatikan.
Pada masa Abu Bakar kebijakanyang dilakukan adalah seperti yang dilakukan Rasulullah. Abu Bakar Ash-Shiddiq melakukan kebijakan pembagian tanah taklukan, sebagian untuk umat muslim dan sebagian lagi tetap menjadi tanggungan negara. Selain itu, beliau mengambil alih tanah dari orang murtad kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam secara keseluruhan. Beliau juga sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat dan memperhatikan pendistribusiannya dengan cermat sehingga dapat sampai pada masyarakat secara menyeluruh dan sama rata.
Kemudian masa Umar bin Khatab, kebijakan yang dilakukannya adalah mencetak mata uang Dirham dengan cap Alhamdulillah pada satu sisi dan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah di sisi lainnya. Selain itu, beliau melakukan audit kekayaan para pejabat dan pegawai negara dan menyusun sebuah undang-undang “Min Aina Laka Hadza?”. Umar juga mengambil langkah-langkah penting dalam bidang pertanian dan menjadikan Baitul Mal yang memang sudah ada sejak pemerintahan Abu Bakar menjadi reguler dan permanen. Namun cara pendistribusiannya dengan mengutamakan prinsip keutamaan. Juga langkah-langkah lain di bidang ekonomi yang menyebabkan pemerintahannya berjalan dengan sangat baik.
Utsman bin Affan mengikuti kebijakan ekonomi Umar bin Khattab yang lebih terfokus melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan khalifah sebelumnya. Dalam pemberdayaan SDA, Ustman melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan, serta pembentukan organisasi kepolisian secara permanen guna mengamankan jalur perdagangan. Beliau juga memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan di masjid untuk fakir miskin dan musafir melakukan perubahan administrasi tingkat atas  serta mengganti beberapa gubernur. Dalam pengelolaan tanah negara Ustman menerapkan kebijakan membagi-bagikan tanah tersebut kepada penduduk dengan tujuan reklamasi.
Khalifah terakhir adalah Ali bin Abi Thalib. Beliau melakukan kebijakan-kebijakan di antaranya :
a)        Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada Baitul Mal berbeda dengan Umar yang menyisihkan untuk cadangan
b)        Pengeluaran angkatan laut dihilangkan
c)        Adanya kebijakan pengetatan anggaran
d)       Pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam, di mana sebelumnya kekhalifahan Islam menggunakan uang dinar dari Romawi dan dirham dari Persia
Dari sejarah tentang sistem perekonomian masa Khulafaur Rasyidin ini, diharapkan kita tidak lupa terhadap sejarah dan dapat menjadi salah satu acuan untuk pengembangan ekonomi sekarang.

IV.   Referensi
Azwar Karim, Adiwarman. 2006. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Afzalurrahman, 1995. Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT.Dhana Bhakti Wakaf. Jilid 2.
Chamid, Nur. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mursi, Muhammad Sa’id. 2007. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Oktavia, Evi. 2009. “Ekonomi Syariah Sebagai Sistem Ekonomi”. Jurnal. Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi Universitas Widyatama. Vol. 9.
Hadi, Nurfitri, “Keutamaan Utsman bin Affan”,
Diakses 30 September 2014.
Muhlisin, “Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin. http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-khulafaur-raosyidin.  Diakses 30 september 2014
Fatah, Abdul. “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, https://prasastihati.files.wordpress.com/2008/12/mkl-sejarah-pemikiran-ekonomi-islam.  Diakses 30 September 2014






[1] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 24
[2] Evi Oktavia, “Ekonomi Syariah Sebagai Sistem Ekonomi”, Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi Universitas Widyatama, Vol. 9, 2009, hlm. 2086
[3] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012).
[4] Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dhana Bhakti wakaf, 1995), Jilid 2, hlm. 320
[5] M.A. Swabswari, Sistem Ekonomi Dan Fiskal Pada Masa Al-Khulafa Al-Rasyidun, (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2001), Cet. Ke-1, hlm. 44
[6] Afzalurrahman, Op.Cit,. jilid 1, hlm. 163
[7] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran...., Op.Cit,. hlm. 57
[8] Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), hlm. 10
[9] “Islam pada Masa Khulafaur Rassyidin” http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-khulafaur-raosyidin.pdf, Diakses 30 september 2014, pukul 12.16, hlm. 9
[10] Muhammad Sa’id Mursi, op.cit., hlm. 13
[11] “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, https://prasastihati.files.wordpress.com/2008/12/mkl-sejarah-pemikiran-ekonomi-islam.pdf, Diakses 30 September 2014, pukul 12.19, hlm. 5
[12] Ibid., hlm. 5
[13] Ibid., hlm. 6
[14] “Keutamaan Utsman bin Affan”,  http://kisahmuslim.com/keutamaan-utsman-bin-affan/ Diakses tanggal 30 September 2014, pukul 12.36.
[15] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran...., Op.Cit,. hlm. 78
[16] Ibid., hlm. 79
[17] Chamid, Nur, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
[18] Ibid.
[19] Ibid.





Disusun oleh :
Ahmad Muchassin
Beni Munthe
Fahmi Shiddiqi
Muhammad Hadyan Faris
Neneng Ela Fauziyyah


JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar